Permulaan abad ke-15 Hijriyah dinyatakan oleh para aktivis sebagai abad kebangkitan Islam. Pernyataan ini mengawali peningkatan gerakan perlawanan umat Islam terhadap barat di segala bidang. Meskipun tidak serta merta, bagi para pengamat, perlawanan itu semakin terasa kuat.

Ketika barat melihat gelombang kebangkitan Islam ini, muncullah usaha serius mereka untuk sesegera mungkin memupusnya. Namun menyadari bahwa Islam adalah satu kekuatan yang tidak mudah ditaklukkan, mereka pun mendirikan pusat-pusat kajian strategis. Tujuannya adalah untuk mencari strategi yang jitu dalam menahan laju kebangkitan Islam. Di antara pusat kajian yang saat ini sangat produktif menyumbangkan gagasan itu adalah RAND Corporation. Lembaga kajian inilah yang telah menyumbangkan berbagai produk pemikiran dan gagasan untuk memadamkan cahaya Allah.

Pada tahun 2007, Rand telah mengeluarkan sebuah proposal untuk membangun jaringan muslim moderat. Maksud dari pembangunan jaringan ini adalah dalam rangka menghadapi gerakan ummat Islam menggunakan ummat Islam sendiri. Rupanya negara-negara penjajah ini masih ingat betul strategi devide et impera yang dulu pernah digunakan dalam menumpas segala bentuk pemberontakan kaum pribumi. Dan dalam rangka untuk memecah belah umat Islam inilah, barat membuat beberapa istilah yang disematkan kepada umat Islam. Mereka membuat istilah yang memojokkan islam seperti teroris, militan, ekstrim dan yang agak ringan sedikit adalah fundamentalis. Untuk tidak menciptakan kesan anti Islam, mereka buat pula istilah yang terkesan ramah, yaitu moderat, modernis, liberalis, rasionalis dan lain-lain.

Moderat yang dimaksudkan oleh barat adalah moderat dalam arti tidak anti pati terhadap ideologi dan budaya barat. Maka Jaringan Muslim Moderat yang hendak dibangun oleh barat adalah jaringan orang-orang Islam atau organisasi Islam yang bisa bekerja sama dan hidup dengan system hidup barat. Lembaga Rand menyebutkan criteria muslim yang termasuk moderat adalah sebagai berikut;

  1. Menerima gagasan demokrasi. Sebagian muslim memang menyetarakan antara demokrasi dengan system Syura di dalam Islam. Padahal sesungguhnya gagasan demokrasi ini untuk menutup kesempatan untuk berdirinya Negara Islam.
  2. Menerima landasan non-sektarian. Maksudnya, muslim yang termasuk kategori moderat tidak melulu harus membina kehidupan dengan dasar Islam, namun menerima kesetaraan antara muslim dan non-muslim. Sementara itu dalam islam antara muslim dan non-muslim terdapat hak dan kewajiban yang berbeda.
  3. Menerima kesetaraan gender dan rasionalisasi pemahaman agama. Barat memandang bahwa Islam sangat mendeskreditkan kaum wanita di dalam panggung sosial. Latar belakangnya, karena memang dalam al-Qur’an dan hadits secara verbal dinyatakan demikian. Karena itulah diperlukan pemahaman terhadap al-Qur’an dan hadits dengan cara baru yang lebih rasional dan adil.
  4. Anti kekerasan yang in-konstitusional. Perang untuk melawan ketidak adilaan secara logis tetap diterima. Persoalannya adalah tindakan kekerasan itu dilakukan seara konstitusional atau tidak. Jika dilakukan secara konstitusional, maka itu boleh dilakukan, sebagaimana israel menghabisi muslim Palestina. Tetapi jika serangan WTC, adalah bagian dari kekerasan yang inkonstitusional.

Demikianlah kriteria moderat dalam konsep barat. Lebih lanjut, kenyataannya golongan yang dianggap sebagai muslilm moderat itu adalah kaum modernis, kaum pluralis, para pejuang kesetaraan gender, sekularis muslim, dan bahkan liberalis muslim. Sebagai wujud dari gagasan Rand ini, berbagai founding barat telah menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk membiayai kampanye kelompok yang dianggap moderat ini. Mereka itulah yang sering bersuara nyaring mengangkat ayat, ”Dan demikianlah, kami jadikan kalian sebagai umat wasathan (umat pertengahan)….” (al-Baqarah:143)

Sayangnya wasathan yang diteriakkan ini adalah wasathan dalam konsep barat. Sementara itu wasathan dalam pemahaman ulama’ tidak dibicarakan sama sekali. Lalu, seperti apakah konsep wasathan dalam ajaran Islam?

Wasath (moderat) dalam agama adalah bahwa seseorang tidak bersikap ghuluw (berlebihan) padanya maka ia melewati apa yang dibatasi oleh Allah saw, dan ia tidak pula muqashshsir (kurang) maka ia mengurangi dari sesuatu yang telah dibatasi oleh Allah saw.

Wasath dalam agama adalah berpegang teguh dengan sirah Nabi saw. Ghuluw dalam agama adalah melewatinya dan taqshir (kurang) adalah tidak sampai kepadanya. Contohnya: seseorang berkata, “Saya akan bangun sepanjang malam (ibadah) dan tidak tidur sepanjang tahun, karena shalat adalah ibadah yang paling utama, maka saya ingin menghidupkan semuanya dengan shalat”. Itu adalah ghuluw dalam agama Allah swt dan tidak berada di atas kebenaran. Dan kasus seperti ini pernah terjadi di zaman Nabi saw, ada beberapa orang shahabat berkumpul, salah seorang dari mereka berkata, “Saya akan selalu bangun dan tidak tidur.” Yang lain berkata, “Saya selalu puasa dan tidak berbuka (di siang hari)”. Yang ketiga berkata, “Saya tidak menikahi wanita.” Maka hal itu sampai kepada Nabi saw. Lalu beliau bersabda:

مَابَالُ أَقْوَامٍ قَالُوْا كَذَا وَكَذَا؟ لَكِنِّي أُصَلِّى وَأَنَامُ ,وَأَصُوْمُ وَأُفْطِرُ, وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ, فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Bagaimanakah keadaan kaum yang mengatakan seperti ini dan seperti itu? Akan tetapi aku shalat dan tidur, puasa dan berbuka, dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia bukan dari golonganku.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Mereka telah bertindak ghuluw dalam agama dan Rasulullah saw berlepas diri dari mereka, karena mereka membenci sunnahnya saw, yaitu puasa dan berbuka, bangun dan tidur, serta menikah dengan wanita.

Adapun muqashshir, yaitu orang yang berkata: Saya tidak perlu melakukan ibadah sunnah, saya tidak melakukan ibadah sunnah dan saya hanya melakukan yang wajib saja. Terkadang ia kurang dalam ibadah wajib, maka ini adalah muqashshir. Dan mu’tadil (orang yang pertengahan) yaitu yang berjalan di atas sunnah Nabi saw dan para khulafaurrasyidin.

Contoh yang lain: Ada tiga orang laki-laki yang berjalan di hadapan mereka orang yang fasik. Salah seorang dari mereka berkata: Saya tidak memberi salam kepada orang fasik ini, tidak menyapanya, menjauhkan diri darinya dan tidak berbicara kepadanya.

Yang kedua berkata: Saya akan berjalan bersama orang fasik ini, memberi salam kepadanya, senyum kepadanya, mengundangnya, memenuhi undangannya, dan saya tetap memperlakukannya seperti seorang yang shalih.

Dan yang ketiga berkata: Ini orang fasik, saya membencinya karena fasiknya dan mencintainya karena imannya, tetap menyapanya kecuali bila tidak menyapanya bisa menjadi sebab kebaikan dia. Jika tidak menyapanya maka tidak akan bisa memperbaikinya, bahkan menjadi penyebab bertambah kefasikannya, maka saya tetap menyapanya.

Dari kasus yang terakhir ini, yang pertama adalah sikap ghuluw (melewati batas), yang kedua kurang, dan yang ketiga adalah pertengahan. Dan seperti inilah yang dikatakan wasathan di dalam semua ibadah dan pergaulan sesama makhluk. Tidak berlebih-lebihan dan juga tidak kurang.

Sesungguhnya wasathan dalam Islam adalah sikap komitmen yang kuat kepada ajaran islam. Adapun Islam sendiri memang telah mengajarkan sikap wasathan ini. Ketika seseorang menafsirkan al-Qur’an dengan sekehendak sendiri, dengan sudut pandang kepentingan kaum kafir, maka sesungguhnya ia telah keluar dari istilah moderat (wasathan) dalam kaca mata syari’at. Yang terjadi adalah taqshir (pengurangan).

Termasuk dalam hal wasathan, seharusnya orang Islam menerapkan konsep al-wala’ wal bara’ sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan sunnah. Cinta kasih sesama muslim dan sikap keras kepada kaum kafir dipraktekkan. Selama keras kepada kekafiran itu tidak menghalangi sikap adil kepada mereka, itulah wasathan dalam Islam.

Alangkah indah Islam jika dilaksanakan sesuai dengan arahan Allah dan teladan Rasulullah saw. Jika hal itu terjadi, maka Islam benar-benar akan menjadi rahmat bagi semesta alam… Tetapi jika Islam ini difahami dengankaca mata barat, maka akan rusak, hilang wibawanya, dan tidak akan membawa kebaikan bagi umat manusia