وَالْعَصْرِ () إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ () إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, saling menasihati dalam kebenaran dan dalam kesabaran MUQADIMAH

Surat al-Ashr termasuk surat Makiyyah, yatu surat-surat yang diturunkan sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Di antara ciri umum Surat Makiyyah, ayatnya pendek-pendek tetapi isinya sangat padat, kemudian dilihat dari tema ayat berisi ajaran tauhid dan akhlak.

Surat ini terdiri dari 3 ayat yang pendek tetapi isinya sangat padat. Karena itulah Imam Syafi’i mengatakan, seandainya Allah tidak menurunkan petunjuk selain surat al-Ashr ini niscaya telah cukup bagi manusia, karena surat ini mencakup beberapa pengetahuan di dalam al-Qur’an yang sangat mendasar.

Tafsir

Demi Ashr (masa).

Allah memulai surat ini dengan sumpah, sumpah tersebut disandarkan pada ashr. Para ulama’ berbeda-beda dalam mengartikan Ashr, ada yang menyebutkan masa, ada pula yang menyatakan waktu ashar (akhir waktu siang). Pendapat yang paling kuat adalah masa atau waktu.

Sumpah diartikan sebagai penegasan sesuatu dengan menyebut hal-hal yang diagungkan. Oleh sebab itu sesuatu yang dijadikan sandaran sumpah adalah sesuatu yang dianggap agung. Jika manusia bersumpah dengan nama selain Allah, berarti ia mengagungkan sesuatu selain Allah, maka ia termasuk syirik sebagaimana dijelaskan di dalam hadis di bawah. Dan jika Allah bersumpah dengan menyebut nama makhluk-Nya, hal ini menunjukkan bahwa yang disebut Allah itu memiliki nilai yang sangat berharga. Sabda Nabi saw;

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ

Barangsiapa bersumpah tidak dengan menyebut nama Allah maka ia telah kafir atau musyrik.

Oleh karena Allah di dalam surat ini bersumpah dengan waktu, hal ini menunjukkan bahwa waktu memiliki nilai yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Dalam dimensi waktu itulah manusia hidup, sebagai masa untuk beramal mempersiapkan diri untuk menghadapi suatu masa saat manusia menuai hasilnya. Sebab itu tidak sepantasnya manusia menyia-nyiakan waktu yang telah diberikan Allah kepadanya, dengan mengisi waktu yang terus berjalan ini dengan kegiatan yang tidak bermanfaat. Karena demikian besarnya harga waktu itu, maka kaum materialis menyetarakan waktu dengan uang, “Time is money”.

Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian.

Yang disumpahi oleh Allah di dalam surat ini adalah keadaan manusia di akhirat. Pernyataan inilah yang dikuatkan oleh Allah dengan sumpah-Nya, bahwa manusia nanti akan benar-benar merasakan kerugian.

Kata al-Insan berarti manusia. Kata itu bentuknya tunggal, tetapi dengan adanya “al” (alif lam) maka bermakna jami’ (keseluruhan). Sehingga pengertiannya, seluruh manusia di akhirat nanti akan mengalami kerugian.

Kecuali orang yang beriman.

Setelah menyebutkan keseluruhan manusia mengalami kerugian Allah menyebutkan beberapa orang yang tidak ikut termasuk di dalamnya, yaitu orang yang beriman kepada rukun-rukun iman yang enam; yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para Rasul Allah, hari Kiamat, dan Taqdir. Iman maknanya meyakini di dalam hati, mengucapkan secara lisan dan mengamalkan dalam perbuatan.

Islam bukanlah ajaran doktrinal yang tidak boleh dinalar. Justru di dalam mengimani ajaran Islam ini harus harus dilandasi dengan ilmu. Allah berfirman;

Maka ketahuilah bahwasannya tiada tuhan melainkan Allah. (Muhammad;19)

Kata fa’lam pada ayat tersebut adalah kata perintah. Perintah yang datang dari Allah dimaknai sebagai sesuatu kewajiban. Dengan demikian untuk mengungkapkan pernyataan iman atau kalimah laa ilaha illallah, harus dilandasi dengan pengetahuan. Paling kurang mengetahui apa maknanya, apa maksudnya, dan apa konsekuensinya.

Meskipun rukun iman ada 6, tetapi pengetahuan yang terpenting untuk diketahui sebelum beriman ada 3 saja, yaitu pengetahuan tentang Allah, Rasulullah dan Agama Islam.

Pengetahuan tentang Allah dibutuhkan agar tumbuh kesadaran untuk menerima, tunduk dan patuh kepada aturan-aturan-Nya, serta terdorong untuk menjalankan syariatnya baik dalam kehidupan pribadinya, keluarga maupun dalam membina kehidupan masyarakat.

Apabila kita hendak mempelajari sesuatu di dalam ala mini kita akan membawanya ke dalam laboratorium, atau observatorium untuk diamati. Mengenal Allah tentu berbeda dengan mengenal alam, sebab Allah sang pencipta alam ini tidak bisa ditangkap oleh panca indera. Maka mengenal Allah bukan dengan jalan mengamatinya secara langsung, melainkan dengan melihat tanda-tanda (ayat) yang bisa dilihat. Tanda-tanda atau ayat yang menunjukkan adanya Allah ada dua macam, yaitu ayat syar’iyyah dan ayat kauniyyah. Ayat Syar’iyyah adalah ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi, sedangkan ayat kauniyyah adalah tanda-tanda di alam semesta. Kedua ayat Allah ini jika kita perhatikan dengan benar maka akan dapat menjadi bukti adanya Allah dengan segala kekuasaan-Nya.

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, serta pada pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal” (Ali Imran:190)

Pengetahuan yang kedua adalah pengetahuan tentang Rasul; tujuannya adalah agar tumbuh kesadaran untuk meyakini ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. sehingga terdorong untuk mentaati perintahnya, menjauhi larangannya, meneladani segala tingkah laku beliau dan rela menerima keputusan dari beliau. Sikap-sikap ini adalah sikap yang muncul dari hati yang beriman.

Maka demi Tuhanmu, mereka itu tidak beriman sehingga menjadikan-mu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak kamu jumpai dalam diri mereka adanya rasa keberatan untuk menerima keputusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh hati (an-Nisa’:65)

Pengetahuan ketiga adalah tentang Islam. Pengetahuan ini penting sebab akan menjadi dasar beramal kita. Jika kita benar dalam memahami ajaran Islam maka kita akan bisa melakukan tindakan secara benar, tetapi jika tidak mengetahui ajaran islam tentu tidak mungkin dapat melakukan perbuatan yang benar menurut Allah. Atau kita merasa benar tetapi oleh Allah ditolak, betapa ruginya kita. Untuk itulah pengetahuan tentang Ajaran Islam ini harus dibangun dari dalil yang kuat.

Dan yang beramal shaleh.

Yang dimaksudkan dengan amal shaleh adalah perbuatan yang merupakan wujud dari pengetahuan seseorang terhadap ketiga hal di atas. Pengetahuan tentang Allah dan Rasul menjadi dasar keimanan yang dapat menumbuhkan keikhlasan. Dan pengetahuan tentang ajaran Islam akan menuntun kepada amal yang benar sesuai dengan ajaran syari’at.

Dari penjelasan tersebut, amal shaleh dilandasi oleh dua hal, yaitu keikhlasan di dalam hati dan kebenaran amal sebagaimana dituntunkan oleh syariat. Perbuatan yang tidak ikhlas meskipun sesuai syari’at tidak akan mendapatkan pahala. Demikian pula ikhlas tidak akan ada dalam hal-hal yang menyimpang dari aturan syari’at.

Dan yang saling menasihati dalam kebenaran.

Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu orang yang telah beriman tidak boleh diam begitu saja melihat kemungkaran terjadi di muka bumi. Jika ia bisa menghilangkan kemungkaran dengan kekuasaannya maka ia harus melakukannya dengan kekuasaannya, jika hanya bisa secara lisan maka ia harus melakukannya. Tetapi jika tidak bisa berbuat apa-apa secara nyata, ia harus beristighfar dan berdo’a semoga Allah menggerakkan hati mereka yang berbuat mungkar agar menghentikan kemungkarannya. Jika ada orang melihat ada kemungkaran diam saja, tak peduli, berarti di dalam dirinya tidak adalagi keimanan itu.

Dari sini kita dapat menggaris bawahi bahwa untuk tidak termasuk ke dalam kelompok orang yang rugi, kita harus ikut serta mengajak orang lain berjalan di jalan kebenaran.

Dan yang saling menasihati dalam kesabaran.

Hidup di jalan Allah bukan barang mudah. Dalam sejarah Islam awal, seseorang yang masuk Islam menghadapi tantangan yang sangat berat. Bilal bin Rabah, ketika masuk Islam harus menghadapi ujian dan siksaa dari tuannya yang tetap musyrik. Yasir dan keluarganya harus menghadapi maut untuk mempertahankan imannya. Sebab itulah agar tidak termasuk manusia yang rugi di akhirat, saling menasihati dalam kesabaran itu sangat diperlukan.

Sabar adalah menahan jiwa untuk senantiasa berada di jalan Allah. Sabar dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu sabar menghadapi malapetaka sehingga tidak menyimpang dari jalan Allah. Sabar dalam menjalani kethaatan, dan sabar dalam menjauhi kemaksiatan.